WISATA RELIGI PENINGGALAN BANGSA
PORTUGIS
di KABUPATEN FLORES TIMUR
Larantuka atau lebih
dikenal dengan istilah “Kota Reinha” terletak di ujung timur pulau flores dan
merupakan Ibu Kota Kabupaten Flores Timur. Pada zaman dahulu Larantuka
merupakan daerah titik bertemunya kolonialisme bangsa – bangsa Eropa dan
kerajaan kuno nusantara yang tergambar dalam kearifan lokal, diwarisi turun
temurun serta keluhuran nilai-nilai Gereja Katolik yang semuanya melebur
kedalam sebuah Tradisi Prosesi Jumad Agung yang selalu setia dijaga dan
dijalankan selama 5 Abad oleh masyarakat Flores Timur pada umumnya. Tradisi Prosesi
Jumad Agung ini merupakan ritual keagamaan peninggalan dari Bangsa Portugis
yang masih terperlihara dan dijalankan dari dulu hingga kini oleh masyarakat
Flores Timur.
Ritual Prosesi Jumad Agung
peninggalan dari bangsa Portugis di Kabupaten Flores Timur ini, dapat kita
jumpai di 3 (Tiga) Daerah., Yakni :
Saat masa PraPaskah tiba, Kota Larantuka, Nagi Konga dan Wure
menjadi sunyi senyap. Semuanya tenggelam dalam situasi berkabung yang merupakan
bentuk kesiapan hati untuk pemaknaan terhadap Pengorbanan Mulia Yesus Kristus (Tuan
Ana) dan Bunda Maria (Tuan Ma).
Memasuki masa Semana Sancta
(Pekan Suci) atau biasa dikenal dengan istilah setempat “ARI BAE” , rangkai
Devosi dan Liturgi Pekan Suci dimulai pada hari selasa soreh. Dimana masyarkat
dan Pesiarah berbaur memadati Lapangan Ile Mandiri, untuk menyaksikan Ritual
Jalan Salib Hidup (Kisah Sengsara Yesus Kristus / Tuan Ana yang diperankan
langsung oleh masyarkat setempat). Ritual Jalan Salib Hidup ini bermaksud untuk
mengajak semua Umat Kristiani menyaksikan dan merenungkan kisah sengsara Yesus
Kristus / Tuan Ana ribuan tahun silam.
v Hari Rabu Trewa,
hari terakhir masa prapaskah. Warga dan segenap element lapisan masyarakat
setempat mulai mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan selama prosesi
berlangsung. Dari kegiatan tikam turo
(pemasangan kayu dan bilahan bambu sebagai tempat pemasangan lilin) ,
pembangunan Armida ( bahasa portugis
yang berarti Kemah ) sepanjang rute yang dilewati prosesi Jumad Agung.
“ Proses pengerjaan Tikam Turo dan Pasang Armida
ini sudah menjadi tradisi kebersamaan semua lapisan masyarakat dalam bergotong
royong, proses kegiatan ini dilakukan dengan segenap hati karena ini adalah
bagian dari penyerahan diri kepada Sang Kuasa”. Dan pada soreh harinya, semua
umat Kristiani mengikuti liturgi Lamentasi di Gereja. Lamentasi
adalah sebuah upacara mengenang ratapan Nabi Yeremia, sebuah tradisi tentang
sejarah jatuhnya manusia dalam Dosa dan Penyesalan. Kegiatan “ lamentasi ” dipersiapakan oleh Confreria ( kelompok kerasulan Awam yang
dibentuk oleh Ordo Dominican dari Portugis ). Setelah upacara lamentasi selesai, suasana pecah berubah
menjadi suasana gaduh, yang merupakan tradisi mengenang masa Berkabungnya Yesus
dalam Tri Hari Suci ( Hari Kamis Putih, Hari Jumad Agung, dan Hari Sabtu Santo
)
v Hari Kamis Putih, adalah hari pertama pembukaan pintu Kapela
Tuan Ma. Ritual pembukaan pintu Kapela ini merupakan tugas dan tanggung jawab
penuh dari penjaga pintu Kapela atau Denga
Deo ( istilah Portugis ) dan para confreria
menjalankan prosesi khusus untuk menyiapkan Tuan Ma (Proses pembersihan Patung
Tuan Ma / Bunda Maria ) ritual ini sangat sakral, para confreria yang bertugas membersihkan Patung Tuan ma / Bunda Maria
sebelumnya sudah bersumpah dalam
arti, apapun yang dilihat oleh mata para petugas/confreria selama proses pembersihan Patung Bunda Maria/Tuan Ma,
menjadi sebuah rahasia seumur hidup pribadi
dengan Sang Esa. Setelah ritual
pembersihan patung Bunda Maria / Tuan Ma selesai, umat dan pesiarah yang
membawa lilin Doa dipersilahkan memasuki kapela untuk bertemu langsung dengan
patung Bunda Maria/Tuan Ma untuk menyampaikan ujud khusus/permesa dari dalam
diri disertai dengan proses penciuman kaki Patung Bunda Maria sembari mengikuti
lantunan Doa dan nyanyian Mamamuji (
istilah portugis yang berarti, ibu ibu yang bertempat tinggal di sekitaran
Kapela ) mengiringi proses penyampaian
ujud/Doa khusus oleh para umat dan pesiarah, moment ini berlangsung setahun
sekali dalam masa pekan Suci. Ketika hari menjelang malam, kegiatan Devosi
beralih ke liturgi Gereja Katolik
Yakni merayakan Misa Malam Kamis Putih. Hari
pertama dalam rangkaian Tri Hari Suci, Hari Raya Kamis Putih ditujukan untuk
merayakan perjamuan terakhir Tuhan Yesus Kristus bersama kedua belas murid-Nya sebelum
menyerahkan diri-Nya di kayu Salib. Selepas perayaan Misa Kamis Putih di
Gereja, Umat Kristiani dan para Pesiarah kembali melakukan ritual Devosi di
Kapela Tuan Ma.
“ perlu diketahui selain di Larantuka dan Konga, Ritual Devosi Semana Santa juga ada di Negara Brasil, Portugal
dan Meksiko ”.
Saat malam semakin larut, situasi di Kapela
Tuan Ma semakin dipadati Umat dan Para Pesiarah untuk menyampaikan
Ujud/Permesa/Intensi Pribadi kepada Tuan Ma. Ucapan Doa dan nyanyian mamamujii
terus dikumandangkan mengiringi umat dan para pesiarah yang datang menyampaikan
intensi pribadi kepada Tuan Ma.
v Hari Jumad Agung,
hari dimana merupakan hari Puncak Devosi dalam rangkaian perayaan Prosesi Jumad
Agung / Semana Santa berlangsung. Ritual ini berlangsung sejak pagi hari yakni
proses penjemputan Tuan Meninu (
Simbol Bayi Yesus ) dengan menggunakan perahu kecil, proses ini dikenal dengan
istilah Prosesi Laut. Perahu yang digunakan untuk mengantar Tuan Meninu adalah
perahu dayung yang terbuat dari kayu. Ribuan umat dan pesiarah turut serta
dalam prosesi laut ini. Pemandangan seperti ini hanya terlihat setahun sekali
dan hanya di Kota Larantuka. Proses pengantaran Tuan Meninu menuju Armida-Nya
di Pante Kuce dan diantar menuju Gereja, kegiatan ini menjadi sesuatu yang bermakna
bagi mereka yang Berdevosi. Ketika Tengah hari, kegiatan berlanjut dengan proses
penjemputan Patung Tuan Ma dari kapela diantar menuju ke Gereja. Tepat pukul
15.00 semua umat dan pesiarah mengikuti upacara wafat-Nya Tuhan Yesus Kristus,
disini titik bertemunya Devosi dan Liturgi Gereja Katolik. Kisah sengsara Wafat
Yesus Kristus dikumandangkan diikuti oleh upacara penciuman Salib Kristus
sebagai tanda penghormatan terakhir kepada Tuhan Yesus Kristus yang rela wafat
di kayu Salib. Setelah upacara Liturgi Gereja selesai, umat berkumpul di
kompleks pemakaman. Berziarah ke pemakaman keluarganya masing-masing. Pada
pukul 20.00 puncak Devosi pun tiba, rangkaian upacara liturgi mengawali Prosesi
Jumad Agung pun dijalankan. Puncak Semana Santa pun tiba, Prosesi via Dolorosa
dimulai, barisan Devosi mulai menelusuri rute perjalanan Prosesi Jumad Agung di
ikuti barisan umat dan peziarah..
Perlu
ditegaskan bahwa di Kabupaten Flores Timur hanya ada 2 Daerah yang melakukan
Tradisi “ Prosesi Jumad Agung ” yang merupakan Tradisi Keagamaan Peninggalan
dari Bangsa Portugis dan sudah dijalankan selama 5 Abad lebih yakni “ Kota Larantuka (Kota Reinha) dan Konga” sedangkan di Wure, tradisi
penciuman patung berdiri yang dilakukan pada hari kamis putih dari pukul 07.00
s.d pukul 15.00
===============================
===============================
===============================
WISATA RELIGI PATUNG
MARIA BUNDA SEGALA BANGSA
(
NILLO – MAUMERE OF FLORES )
Patung Bunda Maria Nillo - Maumere Flores |
Tempat
ziarah Maria Bunda Segala Bangsa di kota Maumere, Kabupaten Sikka, merupakan
salah satu yang patut dikunjungi. Terletak sekitar 7 km dari Maumere, tepatnya
di Bukit Keling-Nilo, Desa Wuliwutik, Kecamatan Nita, patung perunggu yang
didirikan mulai tahun 2004 ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para
peziarah, baik dalam maupun luar negeri. Patung yang merupakan bangunan
tertinggi di Kabupaten Sikka itu berdiri di atas ketinggian 1.600 meter di atas
permukaan laut, menghadap ke arah utara kota Maumere. Jadi, patung Maria Bunda
Segala Bangsa itu mengarah ke laut Flores, dengan kota Maumere persis di
bawahnya. Seolah-olah Bunda Maria sendiri yang menjaga dan melindungi kota
pantai yang cantik di daratan Flores itu. Dari areal ziarah sendiri kita bisa
melihat kota Maumere lengkap dengan pantainya yang biru dan bersih di bawah.
Dan konon, dari kota Maumere pun patung Maria Bunda Segala Bangsa ini bisa
kelihatan. Saya membayangkan, mungkin persis patung Kristus Raja di Sao Paolo
atau di Dilli.
Patung
Maria Bunda Segala Bangsa sendiri dibangun di atas pondasi beton berupa tiang
empat kaki yang dicat kecoklatan dan dihiasi dengan bermacam-macam motif tenun
ikat Sikka. Di atas kepala patung Bunda Maria terdapat bintang, sementara kedua
tangannya terbuka. Kedua kakinya berdiri di atas bola dunia yang dilingkari
ular sambil memakan buah apel. Di bawahnya disediakan tempat yang cukup luas
untuk berdoa, lengkap dengan lilin dan korek api. Tidak jauh dari situ dibangun
juga replika taman Getsemani, lengkap dengan patung Yesus yang sedang berdoa. Patung
yang dibangun oleh Tarekat Pasionis (CP) dengan kerja sama umat ini diberkati
dan dibuka secara resmi sebagai tempat ziarah oleh Almarhum Uskup Agung Ende Mgr. Abdon Longinus da Cunha
pada 31 Mei 2005, akhir bulan Maria.
Patung Bunda Maria Nilo - Maumere Flores |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar